Di
dunia ini, ada dua hal yang tak pernah tuntas dipertanyakan. Dua hal yang
kadang membawa seseorang tiba pada perenungan terdalam di dirinya hanya untuk
menemukan jawaban atas dua hal yang masih menjadi misteri, sebab tak pernah
menemukan jawaban yang pasti yang bisa dijadikan pijakan atas
pertanyaan-pertanyaan itu sendiri. Dua hal yang juga kadang memabawa seseorang
tiba pada kegamannya sendiri untuk berdamai pada sesuatu yang dianggap sebagai
jawaban atas apa yang dipertanyakannya itu.
Cinta
dan Kematian; sesungguhnya adalah dua hal yang selalu membawa seseorang tiba
pada pertanyaan-pertanyaan yang tak tuntas hanya dengan sebuah jawaban saja.
Peranahkah seseorang bertanya, mengapa
dia jatuh cinta?
Aku dan kamu tentu saja pernah terjebak
pada pertanyaan itu. Kemudian, pada salah satu malam yang sunyi dan hening kita
mencoba menuju hati kita yang paling sunyi dan bening untuk menemukan jawaban
sederhana atas pertanyaan tersebut. Kesunyian dan keheningan hati yang bening
terkadang menyimpan harapan atas pertanyaan-pertanyaan yang tak sanggup dijawab
oleh logika. Kesunyian dan keheningan seperti memiliki tangan-tangan ajaib yang
mampu mengurai setiap kebingungan yang dibawa kehidupan ke dalam diri
seseorang.
“Aku jatuh cinta padamu karena seluruh
keindahan yang ada pada jiwamu mampu membuatku damai.” Sebuah suara yang
dibisikkan oleh keheningan hati kita yang kita anggap sebagai jawaban terbaik
untuk lepas dari peratanyaan sederhana, “Mengapa aku mencintaimu?”
Suara yang lain dari hati kita juga berkata,
“padanya, Tuhan telah menitipkan takdir cintaku”, dan suara-suara yang lain pun
mulai berbisik bergantian sebagai suatu alasan untuk mempertegas keragu-raguan
kita sendiri yang kita sangka sebagai jawaban, yang sesungguhnya hanya menjadi
pembenaran atas ketakutan-ketakutan kita dari pertanyaan yang tak akan pernah
tuntas itu.
Jika seseorang tak menemukan kedamaian
dari keindahan jiwa yang disemai keksaihnya, masihkah dia akan mencintainya?
Atau ketika luka cinta merambati jiwanya, masihkah dia menganggap Tuhan telah
meletakkan takdir cintanya itu pada seseorang yang disebutnya kekasih, atau
dengan pasrah bekata bahwa takdir cintanya mungkin diletakkan pada hati yang
lain yang msaih harus ia temukan?
Pada wajah cinta, ada banyak luka yang
terbalut rapi oleh keindahan pandangan saja. Jika seseorang menatap pada
kedalaman cinta dengan kebeningan hati dan jiwanya, maka dia akan menemukan
sebuah kenyataan tentang cinta yang sesungguhnya adalah sebuah jalan menuju
kematian yang indah.
Seseorang yang berada dalam cinta harus
“membunuh” dirinya sendiri untuk tiba pada yang dicintainya. Dia harus mampu
menggoreskan hatinya pada ketajaman rindu yang tak terikat oleh ruang dan waktu
dan membiarkan dirinya hidup dalam ilusi-ilusi tentang kebahagiaan tanpa peduli
seberapa dalam perih rindu itu telah menggores hantinya. Jiwa yang ada padanya
harus mampu menatap kelemahan-kelemahannya sendiri setiap kali ia berkaca pada
mata jiwa sang kekasih. Mungkin karena itulah, cinta menjadi tugas terberat
sekaligus teragung yang dipercayakan pada manusia sebagai mahluk yang memiliki
“rasa”.
Perpisahan atau kehilangan sesungguhnya
adalah bagian dari wajah cinta. Meski tak ada perpisahan atau kehilangan
yang tak menyakitkan. Namun, jika
seseorang mampu membaca misteri yang terangkum pada perpisahan atau kehilangan
tersebut, maka ia akan tiba pada sebuah jawaban yang merujuk pada kemurnian
cinta.
Andai seseorang itu pernah mengalami
perpisahan atau kehilangan sosok yang menjadi penanda atas keriangannya, maka
ia tentu mampu memahami betapa sayatan kehilangan itu memerah seluruh dirinya dalam
ketakberdayaan yang ikhlas dan tentu saja membuka mata jiwanya untuk menatapi
sebuah kenyataan tentang kedalam rindu dan cinta yang terkuak setelah
perpisahan atau kehilangan tersebut. Namun, tak ada perpisahan atau kehilanagn
yang paling sempurna selain sebuah kematian. Meski sesungguhnya, kematian
adalah tanda cinta sang pencipta terhadap apa yang telah diciptakan dimana roh
terbebas dari kungkungan jasad yang selama ini menawannya dengan berbagai drama
kehidupan semu. Sungguh sebuah cinta yang membesakan. Tetapi, Jangan pernah
mempertanyakan kapan kematian itu tiba. Sebab kedatangannya tak terbaca seperti
kedatangan cinta yang tiba di hati seseorang dengan tiba-tiba. Dan yang pasti,
Cinta dan kematian adalah sepasang kebenaran yang tidak akan pernah tuntas kita
pertanyakan.
Catatan Akhir Februari
(Published: http://t.co/9G3MeFXDqg)